INGAT!
Pemodal Orde Baru masih dominan di Indonesia!
Mereka ada dimana-mana cuma berganti kulit saja!




Education for Better Life ...Save Our Nation or Revolution...

Minggu, 30 Maret 2008

Breaking News



Sesungguhnya manusia lebih banyak berpura-pura
dalam menegakkan keadilan, kebenaran dan kemanusiaan,
sebab di balik semua tindakannya yang tampak suci itu,
yang ada hanya kehendak berkuasa.

(
Nietzshe)





Sabtu, 29 Maret 2008

SAJAK BUAT PENYAIR INDONESIA

Bangun Nak,
hari sudah mulai senja
Mengapa masih kau riasu dengan kencingmu di celana?
Cinta kau bilang?
Ah, sebatas igau dan belas iba.

Nak,
Berapa siswa yang tak mengenal cinta?
Kau lihat; di tivi siaran berita kemarin pagi
"Sebatalyon polisi berkelahi dengan mahasiswa di Kendari"

Cinta kau bilang?
Di Ayat berapa?
Pelajaran apa?
Mata Kuliah apa?

Ah, kita terlalu payah ngobrolin cinta.
Atau karena cinta mudah diobral dengan kata-kata?




RE!



REVOLUSI OTAK!!!!!

Hiperealitas dalam Sinetron Kita

Kenapa Hiperealitas?

Hiperealitas itu enak.
Bayangkan; kita bisa enak-enak nongkrong, ga pake kerja bisa jadi kaya. Bisa dapet pacar banyak, gontaganti, ga perlu belajar serius di kelas, bisa ngerumpi di sekolahan, sekolah ga perlu pake seragam yang "jadul", sekolah bisa pake rok mini, sabuk gede, make up tebel.....wooow...itu kejadian di realitas sinetron kita.
Dan menjadi hiperealitas di dunia kita!

Betapa ga?
Di sinetron, kita bisa masuk menjadi tokoh yang putih, langsing, punya pasangan kaya, tiap bulan ke luar negri, shopping, makan di resto mewah..wooooow...n yang penting: GA PAKE KERJA!!
Realitasnya?
Minyak goreng makin seret, harganya mahal, tempe naek, sembako gila-gilaan...
Tapi, sialnya, bagi sebagian umat ini dianggap hal yang BIASA!!
Katanya, wajar harga-harga naek, katanya wajar kalo di sinetron orangnya bersih-bersih putih mengkilap sebab mereka banyak duit.
WOOW....dusta macam apa itu? PERSEKONGKOLAN SIAPA?

Pemodal bilang; bila ada 100 juta penduduk Indonesia. Anggap ada 90 juta warga yang senang dibodoh-bodohi dengan hiperealitas di Indonesia. Maka bagi para pemodal itu adalah PANGSA PASAR!
Mereka itu yang akan menjadi "korban iklan". Bayangin, orang-orang akan berlomba MUTIHIN KULIT, NGLURUSIN RAMBUT, makan di fastfood de el el.
DAN siapa yang akan panen dari kebodohan publik?

Anggap ada 10 juta anjing yang menggonggong mencaci sinetron Indonesia, kalifah akan berlalu begitu aja!

Biarin aja, selama masih tetap 90 juta orang ga sadar bahwa TV ngejual MIMPI maka Sinetron akan jalan teruuuus!!!

Apapun caranya, kapitalis akan berusaha mempertahankan KEBODOHAN!


Jangan mudah percaya, bila tanpa kerja keras anda akan kaya raya!



RE!

Selasa, 25 Maret 2008



....JuaL saja seMua
biAr abiS ga TersiSa
........... timbun aJa
KeruK-kerUk
saMpe ke KeRak-KerAk

Timbun ajA!

Laut Ceruk TeLuk rAwaRaWa
.......... biar abis gA terSisa

ini punya siapa?

hiphiphoraiiii
hipermarkethipermolhiperseksonom
akU timbuN Laut hiphip
aKu biKin hiPhip
HorAaiii

Ratu bor raja Bor RaJa mOL raja ToL

hEiheihei

kubangan Lumpur kau BiLang mau bikin MakmuR?



Minggu, 23 Maret 2008


“Oleh Karena Engkau, Kami Ada Dalam Bahaya Maut Sepanjang Hari”

Ketakutan yang berlebih akan kematian pada dasarnya adalah hal mendasar yang di miliki manusia. Oleh karena pada hakekatnya manusia memimpikan keabadian.


Menjadi abadi itulah yang menjadi motivasi bawah sadar manusia untuk melakukan sesuatu tindakan.


Mereka-reka keabadian yang diimpikan, maka manusia menciptakan “dunia abadi” sesudah alam kematian. Di dalam Yahudi, Kristen dan Islam disimbolkan dengan gagasan surga dan neraka. Dua konsep keabadian yang menjadi akhir manusia. Bila manusia hidup di dunia berbuat jahat, maka dia akan masuk dalam dunia neraka yang abadi. Sedangkan bila dia baik, maka dia akan masuk ke keabadian surga.


Sedangkan di dalam Hindu, dengan konsep reinkarnasi dan karmapala, manusia yang hidup di dunia melakukan tindakan jahat akan terlahir kembali ke dunia berkali-kali dengan karma (balasan) sesuai dengan apa yang telah dilakukan. Proses kelahiran kembali ke dunia merupakan sebuah penderitaan. Bila seseorang ingin terlepas dari penderitaan, maka dia harus berbuat baik. Bila seseorang mati dan tak terlahir lagi maka dia akan moksa (keabadian sejati). Saat manusia moksa maka dia telah terlepas dari penderitaan abadi. Dia tak lagi melewati proses reinkarnasi.


Keputusasaan manusia akan keabadian yang mereka impikan, menyebabkan manusia menciptakan konsep kiamat.


Manusia tersadar bahwa mereka memiliki keterbatasan; keterbatasan benda-benda akan waktu dan keterbatasan hidup akan waktu. Kiamat merupakan penanda besar semua keterbatasan. Sekaligus penanda besar akhir keterbatasan.


Dari penanda besar tersebut (kiamat), manusia menginginkan menuju sebuah dunia keabadian yang baru (surga dan neraka) ataupun sebuah proses penciptaan (dunia) baru.


Sialnya, konsep baik dan buruk merupakan hal yang tidak pasti. Artinya tidak ada kesepakatan bersama semua manusia untuk menyatakan “X” adalah buruk atau “X” adalah baik.

Jadi, benarkah agama-agama adalah sebuah pilihan frustasi manusia?



Re!



Belajarlah Menjadi Virus!

Jika ada kesempatan masuklah ke partai-partai besar, Belajarlah kau menjadi virus. Masuklah kau ke dalam sistem; gerogoti perlahan atau seranglah dengan cepat, menyebar dan langsung matikan!


Virus adalah agen infeksi yang sangat kecil, tak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, tidak ada metabolisme yang bebas dan hanya mampu bereplikasi dengan sel hospes yang masih hidup.


Tentu ini berbeda sekali dengan parasit. Parasit untuk mempertahankan hidupnya dia bergantung terhadap sel hospes. Maka, parasit takkan mungkin membunuh sel hospes. Artinya, parasit akan tetap membiarkan sel hospes hidup demi keberlangsungan hidupnya.


Sama halnya dengan seorang parasit sejati (kaum opportunis) dia akan mati-matian membiarkan sistem yang ada untuk tetap hidup.

Atau sial-sialnya jikalau sistem tempat dia bergantung melemah, maka dia akan segera berpindah ke sistem yang masih segar.


Seorang parasit akan membiarkan si hospes mencari sumber makanan sebanyak-banyaknya. Dia takkan pernah peduli dari mana sumber makanan itu diperoleh. Bagi seorang parasit, saat hospes memperbanyak makan maka dia pun akan mendapat bagian yang lumayan. Meski sistem si hospes sakit, seorang parasit takkan peduli. Tak ada kata perubahan bagi dia. Semakin stabil si hospes maka si parasit akan semakin mapan.


Di Indonesia tersayang ini, parasit politik yang paling banyak jumlahnya. Lihatlah, betapa orang dengan mudah berganti partai demi untuk tetap duduk sebagai anggota Dewan. Lalu dimana dia punya ideologi politik?


Masuklah ke partai-partai besar, organisasi massa besar, organisasi keagamaan dan jadilah virus bagi mereka. Gerogoti dan matikan!

Bukan menjadi parasit!

Re!



Sabtu, 22 Maret 2008

Menciptakan Masyarakat yang Mudah Marah

Sadar atau tidak, pemerintah menanam bibit-bibit “masyarakat yang mudah marah”. Sadar atau tidak, partai-partai ikut memupuknya. Sadar atau tidak, konglomerasi besar memberi andil yang besar.

Fenomena kekerasan di dalam masyarakat seperti api dalam sekam. Dia terus ada dan ujungnya diharapkan akan menimbulkan kekacauan (chaos).


Ketika makin melebarnya jarak antara nilai pengharapan (value expectations) dengan nilai kemampuan (value capabilitics) untuk memenuhi harapan itu maka masyarakat akan mudah terpancing amarahnya. Masyarakat yang memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan barang-barang berharga (materiil maupun status kelas) namun tidak memiliki kesempatan atau kemampuan akan menjadi masyarakat yang depresi.


Sampai hari ini, masyarakat “makin merasa” kesulitan dalam perekonomian. Keluhan tentang harga minyak yang naik, kebutuhan pokok yang naik, penghasilan yang tidak ikut naik, kesempatan dalam pekerjaan yang makin sempit adalah catatan-catatan kecil yang akan menjadi sangat berarti bagi pendamba chaos.


Gunjingan-gunjingan personal tentang partai politik yang makin menjauh dengan massa pemilihnya setelah pemilu, juga merupakan masukan yang penting. Obrolan di warung-warung tentang kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan kepentingan partai dari pada kepentingan rakyat juga merupakan hal yang mesti dicatat dengan seksama. Artinya, semakin masyarakat tidak percaya dengan sistem yang telah ada, semakin partai politik beserta politikusnya dianggap busuk maka kesempatan untuk menyusupkan pemikiran kepada massa yang tidak puas akan semakin terbuka.


Kekacauan awal barangkali akan dipolitisir oleh kaum agamawan yang memiliki ambisi politik. Sebutlah, Front Pembela Islam (FPI) atau jejaring kecil ormas Islam utopis yang mendambakan negara ini dijadikan negara agama.

Apapun yang dilakukan mereka – yang seringkali – adalah tindakan-tindakan anarkhis “semau gue” akan memupuk rasa ketidakpercayaan massa terhadap tokoh agama yang memiliki ambisi politik dan akan menjadi akumulasi kejengkelan massa terhadap kedok-kedok agama. Dalam hal ini kaum agama akan kehilangan simpatinya dari masyarakat.

Tentu hal ini akan bisa menumbuhkan pemikiran bila doktrin agama seringkali menyempitkan cara pandang manusia. Kebosanan massa dengan doktrin-doktrin agama yang sempit akan memupuk massa untuk berpikir lebih logis.


Kesenjangan sosial ekonomi berbarengan dengan kesenjangan sosial politik merupakan faktor paling kuat pengaruhnya dalam perkembangan “fenomena Masyarakat yang Marah”.


Bila kesenjangan ini terus dipupuk oleh pemerintah, aparat, partai politik, pengusaha dan kaum agama maka akan tumbuh subur kekerasan kolektif dalam masyarakat.

Barangkali di kemudian hari akan ada sebuah drama tragedi yang sebenarnya tak diinginkan oleh semua manusia Indonesia.



Re!





Jumat, 21 Maret 2008



Berandai-andai Angka Korupsi di Indonesia


Mari kita berandai-andai
Seandainya di tahun 2007, seorang sarjana ekonomi untuk masuk menjadi Pegawai Negeri Sipil membayar 25 juta rupiah. Dia kebetulan pengin membahagiakan ortunya yang pengin anaknya jadi PNS. Makanya dia mau ajah "nyogok" oknum di bagian kepegawaian. Sudah jadi rahasia umum yang pake ginian banyak di Indonesia!
Meski syarat-syarat tuk jadi PNS ga terpenuhi asal mau "nyogok", apapun bisa jadi! wohohoho..payah!

Si Sarjana ini dengan penuh semangat mulai ngantor. Gaji sebulan itunglah 1,2 juta.

Kalo mau itung-itungan jadi gini:
1,2 juta rupiah x 20 bulan = 24 juta rupiah
kira-kira dia perlu 20 bulan uang gajian untuk bayar utang! Utang masuk jadi PNS!

So, selama 20 bulan dia mesti semangat ke kantor n ga pake gajinya untuk keperluan sehari-hari. Selama 20 bulan pula, semestinya dia ga makan, beli sabun, atw beli bensin de el el..waaah.

Ga logis khan?

Makanya, biar logis gimana coba?
Biar bisa tetep hidup normal, gaji lancar n utang kebayar!

ITU CERITA jadi PNS!

Lalu mau masuk sersan dua polisi? meski gigi lobang sejengkol-jengkol.. desas desusnya cukup 75 juta!
Mau duduk jadi anggota Dewan? wohohoho punya duit berapa untuk ngasih sumbangan ke kas partai?
Mau jadi bupati, gubernur? ehm.. ya pasti mesti punya MODAL!
GILA! negara ini bener-bener sudah kayak pasar ajah!
Jual beli mulu!


Lalu?




Re!

Menurut Alexander Dumas
"Mayoritas merupakan suatu kenyataan dari apa yang telah ada
sedangkan minoritas seringkali merupakan cikal bakal dari apa yang akan terjadi"



Re!

Kamis, 20 Maret 2008


“Maka akan kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini”

Keinginan-keinginan adalah awal dari siksaan dan penderitaan.

Manusia diberikan panca indera yang digunakan sebagai alat untuk menangkap segala hal di lingkungan dan kemudian dikumpulkan di otak. Otak – salah satu kelebihan manusia – berfungsi sebagai alat pikir. Otak dengan dibantu oleh hormon-hormon yang bekerja, merespon hasil tangkapan panca inderanya. Menjadikannya keinginan-keinginan untuk meniru, memiliki ataupun menguasai hal yang dia lihat.

Saat itulah sumber penderitaan berawal. Gelisah, kekhawatiran, was-was, cemas, tegang, pun rasa tertekan (depresi) muncul.



Re!
Dialog, kata Lenin, hanya untuk orang banci. Ada Komentar?

Kurang sepakat!
Mestinya belajar dari kegagalan kaum radikal revolusioner yang terjebak oleh bahasa retorika mereka sendiri.

Bahasa bombastis kaum radikal revolusioner acap menutup kemampuan mengapresiasi dengan jernih keadaan objektif lapangan.

Menurut Anthony Burtun,”Secara historis, kaum radikal lebih fasih berbicara ihwal keburukan masa kini; impian mereka yang utopis naif tentang masa depan mengait erat dengan keyakinan akan nilai penggelontoran keadaan melalui jalan kekerasan.”

Dialog? so what gitu looh.
tapi ga berarti kompromistis yak!



Re!


Selasa, 18 Maret 2008

Ciri seorang Revolusioner adalah bersatunya kata dan perbuatan.

Semestinya di antara 200 juta jiwa masyarakat Indonesia, ada lebih dari separuh ya.

Dan semoga kita ada di dalamnya!

Senin, 17 Maret 2008

KHAYALAN SEORANG REVOLUSIONER

Oleh Tan Malaka
Dicuplik dari buku Aksi Massa (1927)

Sebuah tugas yang berat tapi suci, sekarang dipikulkan di atas bahu setiap orang Indonesia untuk memerdekakan 55 juta jiwa dari perbudakan yang beratus-ratus tahun lamanya, dan memimpin mereka ke pintu gerbang hidup baru.

Zaman yang lalu, zaman penjajahan Hindu dan Islam serta zaman “kesaktian” yang gelap itu, tak dapat menolong kita sedikit pun. Marilah sekarang kita bangun tembok baja antar zaman dulu dan zaman depan. Dan jangan sekali-kali melihat ke belakang dan mencoba-coba mempergunakan tenaga purbakala itu untuk mendorongkan masyarakat yang berbahagia.
Marilah kita pergunakan pikiran yang “rasional” sebab pengetahuan dan cara berpikir yang begitu adalah tingkatan tertinggi dalam peradaban manusia dan tingkatan pertama buat zaman depan. Cara berpikir yang rasional membawa kita kepada penguasaan atas sumber daya yang mendatangkan manfaat, dan pemakaian yang benar – kepada cara pemakaian itu makin lama makin bergantung nasib manusia. Hanya cara berpikir dan bekerja yang rasional yang dapat membawa manusia dari ketakhayulan, kelaparan, wabah penyakit dan perbudakan, menuju kepada pembenaran. Kita sangat menjunjung tinggi kesaktian dan adat istiadat serta kebenaran bangsa Timur. Akan tetapi, semuanya itu tidaklah mendatangkan pencerahan, kemauan kepada peradaban dan kemajuan, cita-cita tentang masyarakat yang baik, tinggi, bagus serta tidak pula mendatangkan yang baik di dalam sejarah dunia. Pujilah kepintaran Timur sang pemilik batinnya sendiri, kegaiban atau kekeramatan Timur, bilamana anda suka. Semuanya itu sebenarnya merupakan asal mula dari kesengsaraan dan penyiksaan diri, mematikan semangat kerja dalam masyarakat yang tak layak bagi pergaulan manusia. Manusia haruslah berdaya, mencoba berjuang, kalah atau menang dalam ikhtiarnya itu. Sebab, inilah yang dinamakan hidup! Karena itu, hapuslah segala macam kepuasan yang menyuburkan semangat budak dan buanglah kesalahan kosong sebab ini adalah kesesatan pikiran semata.

Manusia mesti mematahkan semua yang merintangi kemerdekaannya. Ia harus merdeka! Sebuah bangsa pun mesti merdeka berpikir dan berikhtiar. Jadi ia mesti berdiri atau berubah dengan pikiran dan daya upaya yang sesuai kecakapan, perasaan dan kemauannya. Tiap-tiap manusia atau bangsa harus mempergunakan tenaganya buat memajukan kebudayaan manusia umum. Jika tidak, ia tak layak menjadi seorang manusia atau bangsa dan pada hakikatnya tak berbeda sedikit jua dengan seekor binatang.

Tetapi kamu orang Indonesia yang 55 juta tak kan mungkin merdeka selama kamu belum menghapuskan segala “kotoran kesaktian” itu dari kepalamu, selama kamu masih memuja kebudayaan kuno yang penuh dengan kepasifan, membatu dan selama kamu bersemangat budak belian. Tenaga ekonomi dan sosial yang ada pada waktu ini, harus kamu persatukan untuk menentang imperialisme Barat yang sedang terpecah-pecah itu, dengan senjata semangat revolusioner-proletaris, yaitu dialektis-materialisme.
Kamu tak boleh kalah oleh orang Barat dalam hal pemikiran, penyelidikan, kejujuran, kegembiraan, kerelaan dalam segala rupa pengorbanan. Juga kamu tidak boleh dikalahkan mereka dalam perjuangan sosial. Akuilah dengan tulus, bahwa kamu sanggup dan mesti belajar dari orang Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru orang Barat, melainkan seorang murid dari Timur yang cerdas, suka mengikuti kemauan alam dan seterusnya dapat melebihi kepintaran guru-gurunya di Barat.

Sebelum bangsa Indonesia mengerti dan mempergunakan segala kepandaian dan pengetahuan Barat, belumlah ia tamat dari sekolah Barat. Karena itu, janganlah menjatuhkan diri dalam kesesatan dengan mengira bahwa kebudayaan Timur yang dulu atau sekarang lebih tinggi dari kebudayaan Barat sekarang. Ini boleh kamu katakan, bilamana kamu sudah melebihi pengetahuan, kecakapan dan cara berpikir orang Barat. Sekurang-kurangnya masyarakat kamu sudah mengeluarkan orang yang lebih dari seorang dari Newton, Marx, dan Lenin, barulah kamu boleh bangga. Pada waktu ini sungguh sia-sia dan tak layak bagi kamu mengeluarkan perkataan sudah “lebih pintar” dan tak perlu belajar lagi, sebab banyak sekali yang belum kamu ketahui. Pun jika perkataan itu keluar dari seorang bekas murid yang melupakan ajaran gurunya. Kamu belum boleh membanggakan kelebihan karena kamu belum layak jadi seorang murid, seperti terbukti dengan kekolotan dan akar-akar takhayul yang masih berbelit-belit dalam kepalamu. Bila sekalian keruwetan itu sudah lenyap dari kepalamu, barulah kamu dianggap orang sebagai murid, dan mulailah mempergunakan pikiran “baru” dengan sempurna.

Jadi, janganlah bimbang merampas kemerdekaan bila kamu ingin jadi seorang murid Barat. Juga jangan dilupakan bahwa kamu belum seorang murid, bahkan belum seorang manusia, bila kamu tak ingin merdeka dan belajar bekerja sendiri! Bagi bangsa Indonesia, manusia tiada harapan akan memperoleh kemajuan bila berada di bawa tumit imperialisme Belanda. Bila seseorang ingin menaiki tangga sosial dan kebudayaan, haruslah ia merdeka dulu. Adapun paham tentang kemerdekaan, di Baratlah dilahirkan dan dipergunakan.

Seseorang yang ingin menjadi murid Barat atau manusia, hendaklah merdeka dengan memakai senjata Barat yang rasional. Apabila sudah dapat memakainya, barulah ia dapat menciptakan sebuah pergaulan hidup yang baru dan rasional.

Kemudian kecakapan dan kemauan menurut alam dapat tumbuh, dan dengan itu pula kekayaan tanah Indonesia yang tak terkira itu dapat diusahakan dan dipergunakan buat keluhuran bangsa Indonesia yang telah tertindas dan merana sekian lama di bawah telapak kaki Belanda.

Karena itu, wahai kaum revolusioner, siapkanlah barisanmu dengan selekas-lekasnya! Gabungkanlah buruh dan tani yang berjuta-juta, serta penduduk kota dan kaum terpelajar di dalam satu partai massa proletar.

Tunjukkan kepada tiap-tiap orang Indonesia yang cinta akan kemerdekaan tentang arti kemerdekaan Indonesia dalam hal materi dan ide. Panggil dan himpunkanlah orang-orang yang berjuta-juta dari kota dan desa, pantai dan gunung, ke bawah panji revolusioner. Bimbingkanlah tangan si pembanting tulang dan budak belian itu hari ini dan besok; bawalah mereka menerjang benteng musuh yang rapi itu! Di sanalah tempatmu pemimpin-pemimpin revolusioner! Di muka barisan laskar itulah tempatmu berdiri dan kerahkanlah teman sejawatmu menerjang musuh; inilah kewajiban seorang yang berhati singa! Dirikanlah di tengah-tengah laskarmu itu satu pusat pimpinan, tempat menjatuhkan suatu perintah kepada mereka semua yang haus serta lapar itu, dan pasti kata-katamu akan didengar dan diturut mereka dengan bersungguh hati.

Kamu, ahli pidato pahlawan Homerus modern, berserulah di tengah-tengah massa yang tak sabar menanti-nantikan kedatanganmu dengan tepuk sorak dan kegembiraan.

Dan dengan pidatomu itu, tegakkanlah mereka yang lemah, bukakanlah mata yang buta, korek kuping yang tuli, bangunkanlah yang tidur, suruh berdiri yang duduk dan suruh berjalan yang berdiri; itulah kewajiban seorang yang tahu akan kewajiban seorang putera tumpah darahnya. Di situlah tempatmu berdiri dan berdiri, di situ sampai nyawamu dicabut oleh peluru atau pedang musuh yang bengis keji dan hina itu.

Itu kewajibanmu!

Kamu pahlawan dari angkatan revolusioner! Tuntunlah massa si lapar, si miskin, si hina, si melarat, si haus itu menempuh barisan musuh dan robohkanlah bentengnya itu, cabut nyawanya, patahkanlah tulangnya, tanamkan tiang benderamu di atas bentengnya itu. Janganlah kamu biarkan bendera itu diturunkan atau ditukar oleh siapapun. Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putera Tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah.

Biarlah yang tersebut di atas itu senantiasa menjadi kenang-kenangan bagi kita semua. Bersama massa, kita berderap menuntut hak dan kemerdekaan.


Re!

Sejarah yang Lemah

Dicuplik dari Aksi Massa Tan Malaka 1927


Budi Utomo – didirikan pada tahun 1908 – adalah sebuah partai yang semalas-malasnya di antara segenap partai-partai borjuis di Indonesia. Seperti seekor binatang pemalas, ia merasa sombong karena umurnya panjang. Karena ia tak mendapat cara-cara aksi borjuis yang radikal dan tidak berani mendekati dan menggerakkan rakyat maka dari dulu sampai sekarang, kaum Budi Utomo menghabiskan waktu dengan memanggil-manggil arwah yang telah lama meninggal dunia. Borobudur yang kolot, wayang, gamelan yang merana, semua hasil “kebudayaan perbudakan” ditambah dan digembar-gemborkan oleh mereka siang malam. Di dalam “lingkungan sendiri” kerapkali dukun-dukun politik itu menyuruh Hayam Wuruk – Raja Hindu atau setengah Hindu itu – dengan laskarnya yang kuat berbaris di muka mereka. Di luar hal-hal gaib itu, paling banter hanya dibicarakan soal-soal yang tak berbahaya. Di dalam Kongres Budi Utomo berkali-kali (sampai menjemukan) kebudayaan dan seni Jawa (?) dibicarakan. Soal yang penting, yaitu mengenai kehidupan rakyat di Jawa – jangan dikata lagi di seluruh Indonesia – tak pernah disentuh, apalagi diperbincangkan mereka. Belum pernah, barangkali, diadakan suatu aksi untuk memperbaiki nasib Pak Kromo yang tidak hidup di zaman Keemasan Majapahit, tetapi di dunia kapitalistis yang tak memandang bulu. Panjangnya umur Budi Utomo sebagian besar diperolehnya dari “mantera-mantera” pemimpinnya, dari hasil “main mata” dengan pemerintah dan dari hasil kelemahan teman seperjuangannya. Sebuah semangat kosong seperti Budi Utomo dapat diterima oleh pemerintah seperti Belanda.


Selain itu, Budi Utomo tidak menumbuhkan cita-cita “Kebangsaan Indonesia”. Fantasi “Jawa Raya”, yakni bayangan penjajahan Hindu atau setengah Hindu terhadap bangsa Indonesia sejati, langsung atau tidak langsung, menyebabkan timbulnya keinginan akan Sumatera Raya, Pasundan Raya atau Ambon Raya dan lain-lain.


Budi Utomo yang mengangkat kembali senjata-senjata Hindu-Jawa yang berkarat dan sudah lama dilupakan itu, sudah tidak taktis dan jauh dari pendirian nasionalis umum.


Perbuatan itu menimbulkan kecurigaan golongan lain yang mencita-citakan persaudaraan dan kerja sama antara penduduk di seluruh Indonesia (bukan antara penjajah satu terhadap lainnya).


Dengan jalan sedemikian, Budi Utomo menimbulkan gerakan kedaerahan yang bila perlu (misalnya bila Budi Utomo kuat), dengan mudah dapat dipergunakan imperialisme Belanda. Dengan keadaan seperti ini, keinginan “luhur” yang satu dapat diadu dengan yang lain, yang akibatnya sangat memilukan, Indonesia tetap jadi negeri budak.



Re!


PERLUNYA KAUM RADIKAL

Dari mana datangnya KAUM RADIKAL?

Menurut Karl Marx, radikalisme merupakan ciri dari gerakan kaum yang tertindas.
Dalam studinya tentang proses radikalisasi masyarakat, Max Bellof sependapat dengan Walter Lacquer yang mengatakan sumber radikalisasi adalah ketidakadilan atau perasaan tak mendapatkan perlakuan adil.


Re!





Tentang yang Dibela

Siapa sih kebenaran? Kenapa dia dibela? Apa memang dia minta untuk dibela?
Bila dengan membunuh, merampok dan menghakimi berdasar kebenaran sendiri, apa itu benar?

Buah surga yang kau impikan dimana letaknya bila dia ada?

Sabtu, 15 Maret 2008

DEKADE BERLALU

Untuk semua kawan – kawan yang dulu mengenakan ikat kepala dan mengangkat tinju kirinya, untuk kawan – kawan yang meninggalkan rumah dan bangku kuliah demi perlawanan dan keyakinan, untuk kawan – kawan yang terluka, tertembak, cacat dan gugur menjadi martir perubahan, dan untuk semua kawan – kawan yang masih bertahan dengan semangat dan keyakinan untuk menang!

Lampau adalah ruang yang telah terlewati..

Hari ini adalah sebuah penciptaan untuk masa depan..

Dan esok adalah harapan untuk kemenangan..

Dekade telah berlalu, namun deru panser – panser angkuh, water canon, suara kokang SS1, desingan peluru, bau gas airmata, dan bercak darah diaspalt masih tergambar membekas..

Dekade telah berlalu, mereka bilang trisakti dan semanggi bukan pelanggaran..

Dekade telah berlalu, tidak satupun jenderal diadili..

Dekade telah berlalu, kemiskinan tetap menjadi hantu..

Dekade telah berlalu, empat presiden tanpa perubahan yang baru..

Dekade telah berlalu, harga pupuk masih mahal dan petani masih seperti dulu..

Dekade telah berlalu, buruh garmen masih belum mampu beli baju..

Dekade telah berlalu, ibu belum mampu beli susu..

Dekade telah berlalu, inikah perubahan yang dulu kita inginkan? Sang raja boleh dijatuhkan tapi regime tidak pernah tumbang kawan!

Dekade telah berlalu, berkumpul, berpencar dan terpencar, kami masih dijalur yang lama..

Dekade telah berlalu, kawan datang dan pergi, namun perlawanan tidak akan pernah terhenti..

Dekade telah berlalu, jahitan luka di kepala menjadi tanda yang tak terlupa..

Dekade telah berlalu, apa sebenarnya yang kita perjuangkan kawan?

Dekade telah berlalu, inikah realitasnya? karena si buyung harus diberi makan dan disekolahkan..

Dekade telah berlalu, ”this is one way mission without no way return”

Dekade telah berlalu, kawan... kawan ... Apakah kita masih bersama?... kawan...

Kawan... sampai kapan?... sampai kapan kawan?...

Dekade telah berlalu,

kata Rendra, perjuangan adalah pelaksanaan kata – kata..