INGAT!
Pemodal Orde Baru masih dominan di Indonesia!
Mereka ada dimana-mana cuma berganti kulit saja!




Education for Better Life ...Save Our Nation or Revolution...

Senin, 17 Maret 2008

Sejarah yang Lemah

Dicuplik dari Aksi Massa Tan Malaka 1927


Budi Utomo – didirikan pada tahun 1908 – adalah sebuah partai yang semalas-malasnya di antara segenap partai-partai borjuis di Indonesia. Seperti seekor binatang pemalas, ia merasa sombong karena umurnya panjang. Karena ia tak mendapat cara-cara aksi borjuis yang radikal dan tidak berani mendekati dan menggerakkan rakyat maka dari dulu sampai sekarang, kaum Budi Utomo menghabiskan waktu dengan memanggil-manggil arwah yang telah lama meninggal dunia. Borobudur yang kolot, wayang, gamelan yang merana, semua hasil “kebudayaan perbudakan” ditambah dan digembar-gemborkan oleh mereka siang malam. Di dalam “lingkungan sendiri” kerapkali dukun-dukun politik itu menyuruh Hayam Wuruk – Raja Hindu atau setengah Hindu itu – dengan laskarnya yang kuat berbaris di muka mereka. Di luar hal-hal gaib itu, paling banter hanya dibicarakan soal-soal yang tak berbahaya. Di dalam Kongres Budi Utomo berkali-kali (sampai menjemukan) kebudayaan dan seni Jawa (?) dibicarakan. Soal yang penting, yaitu mengenai kehidupan rakyat di Jawa – jangan dikata lagi di seluruh Indonesia – tak pernah disentuh, apalagi diperbincangkan mereka. Belum pernah, barangkali, diadakan suatu aksi untuk memperbaiki nasib Pak Kromo yang tidak hidup di zaman Keemasan Majapahit, tetapi di dunia kapitalistis yang tak memandang bulu. Panjangnya umur Budi Utomo sebagian besar diperolehnya dari “mantera-mantera” pemimpinnya, dari hasil “main mata” dengan pemerintah dan dari hasil kelemahan teman seperjuangannya. Sebuah semangat kosong seperti Budi Utomo dapat diterima oleh pemerintah seperti Belanda.


Selain itu, Budi Utomo tidak menumbuhkan cita-cita “Kebangsaan Indonesia”. Fantasi “Jawa Raya”, yakni bayangan penjajahan Hindu atau setengah Hindu terhadap bangsa Indonesia sejati, langsung atau tidak langsung, menyebabkan timbulnya keinginan akan Sumatera Raya, Pasundan Raya atau Ambon Raya dan lain-lain.


Budi Utomo yang mengangkat kembali senjata-senjata Hindu-Jawa yang berkarat dan sudah lama dilupakan itu, sudah tidak taktis dan jauh dari pendirian nasionalis umum.


Perbuatan itu menimbulkan kecurigaan golongan lain yang mencita-citakan persaudaraan dan kerja sama antara penduduk di seluruh Indonesia (bukan antara penjajah satu terhadap lainnya).


Dengan jalan sedemikian, Budi Utomo menimbulkan gerakan kedaerahan yang bila perlu (misalnya bila Budi Utomo kuat), dengan mudah dapat dipergunakan imperialisme Belanda. Dengan keadaan seperti ini, keinginan “luhur” yang satu dapat diadu dengan yang lain, yang akibatnya sangat memilukan, Indonesia tetap jadi negeri budak.



Re!


Tidak ada komentar: