Fenomena kekerasan di dalam masyarakat seperti api dalam sekam. Dia terus ada dan ujungnya diharapkan akan menimbulkan kekacauan (chaos).
Ketika makin melebarnya jarak antara nilai pengharapan (value expectations) dengan nilai kemampuan (value capabilitics) untuk memenuhi harapan itu maka masyarakat akan mudah terpancing amarahnya. Masyarakat yang memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan barang-barang berharga (materiil maupun status kelas) namun tidak memiliki kesempatan atau kemampuan akan menjadi masyarakat yang depresi.
Sampai hari ini, masyarakat “makin merasa” kesulitan dalam perekonomian. Keluhan tentang harga minyak yang naik, kebutuhan pokok yang naik, penghasilan yang tidak ikut naik, kesempatan dalam pekerjaan yang makin sempit adalah catatan-catatan kecil yang akan menjadi sangat berarti bagi pendamba chaos.
Gunjingan-gunjingan personal tentang partai politik yang makin menjauh dengan massa pemilihnya setelah pemilu, juga merupakan masukan yang penting. Obrolan di warung-warung tentang kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan kepentingan partai dari pada kepentingan rakyat juga merupakan hal yang mesti dicatat dengan seksama. Artinya, semakin masyarakat tidak percaya dengan sistem yang telah ada, semakin partai politik beserta politikusnya dianggap busuk maka kesempatan untuk menyusupkan pemikiran kepada massa yang tidak puas akan semakin terbuka.
Kekacauan awal barangkali akan dipolitisir oleh kaum agamawan yang memiliki ambisi politik. Sebutlah, Front Pembela Islam (FPI) atau jejaring kecil ormas Islam utopis yang mendambakan negara ini dijadikan negara agama.
Apapun yang dilakukan mereka – yang seringkali – adalah tindakan-tindakan anarkhis “semau gue” akan memupuk rasa ketidakpercayaan massa terhadap tokoh agama yang memiliki ambisi politik dan akan menjadi akumulasi kejengkelan massa terhadap kedok-kedok agama. Dalam hal ini kaum agama akan kehilangan simpatinya dari masyarakat.
Tentu hal ini akan bisa menumbuhkan pemikiran bila doktrin agama seringkali menyempitkan cara pandang manusia. Kebosanan massa dengan doktrin-doktrin agama yang sempit akan memupuk massa untuk berpikir lebih logis.
Kesenjangan sosial ekonomi berbarengan dengan kesenjangan sosial politik merupakan faktor paling kuat pengaruhnya dalam perkembangan “fenomena Masyarakat yang Marah”.
Bila kesenjangan ini terus dipupuk oleh pemerintah, aparat, partai politik, pengusaha dan kaum agama maka akan tumbuh subur kekerasan kolektif dalam masyarakat.
Barangkali di kemudian hari akan ada sebuah drama tragedi yang sebenarnya tak diinginkan oleh semua manusia Indonesia.
Re!
3 komentar:
Apapun yang dilakukan mereka – yang seringkali – adalah tindakan-tindakan anarkhis “semau gue” akan memupuk rasa ketidakpercayaan massa terhadap tokoh agama yang memiliki ambisi politik dan akan menjadi akumulasi kejengkelan massa terhadap kedok-kedok agama. Dalam hal ini kaum agama akan kehilangan simpatinya dari masyarakat.
>>>Siiip,siiip....postingan ok meski mendekati provokasi,he..he..
Kesenjangan sosial ekonomi berbarengan dengan kesenjangan sosial politik merupakan faktor paling kuat pengaruhnya dalam perkembangan “fenomena Masyarakat yang Marah”.
------------------------------------
Hidup di dunia kok dibikin sulit .. he he he ... lucu, lucu
1. Coba lihat agama dengan jernih tanpa melihat orang-orang yang mengatas namakan agama itu!!!
2. Lihat agama dengan itu dengan pikiran yang sehat dan penuh kesadaran (simpan pikiran negatif tentang agama itu sebentar) lalu mulailah lihat Dia.
3. Coba lihat agama dengan jernih tanpa melihat orang-orang yang mengatas namakan agama itu!!!
Posting Komentar